Didirikan atas prakarsa Keuskupan Jayapura di tahun 1995, RS. Dian Harapan adalah rumah sakit swasta berlatar belakangkan nilai-nilai sosial. Berawal dari sebuah balai pengobatan, atas usaha dan kerja keras dari drg. Didik Irawan, Pr. Jan van der Horst OFM (alm), Yayasan Misereor (Jerman) serta beberapa pengusaha setempat, Dian Harapan mulai menjadi rumah sakit dengan 52 tempat tidur di tahun 1998.
Kendatipun kapasitas rawat inapnya pada saat itu relatif kecil, RSDH sudah memiliki fasilitas pelayanan kesehatan yang cukup lengkap. Selain unit rawat inap dan poliklinik umum, saat itu RSDH sudah memiliki IGD, laboratorium, radiologi dan farmasi.
Periode 2001 s/d 2011
Di tahun 2001 s/d 2011, Yayasan Dian Harapan bekerjasama dengan Yayasan Cordaid, Belanda untuk mengembangkan kapasitas serta kualitas layanan kesehatan RSDH. Dua di antara hasil kerjasama tersebut adalah penambahan kapasitas rawat inap serta pengembangan poliklinik mata yang dicanangkan menjadi salah satu bidang unggulan RSDH.
Beberapa pertimbangan yang melatarbelakangi dipilihnya mata sebagai bidang unggulan adalah dikarenakan:
- Pada saat itu hanya terdapat 1 dokter mata di seluruh Papua
- Sejak dari tahun 1999, Yayasan Dian Harapan telah bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Propinsi Papua dan sebuah Yayasan SLAH (Stichting Leer Anderen Helpen) dari Belanda untuk mengadakan pelayanan mata di RSDH sebanyak 2 kali dalam setahun.
- RSDH sejak dari tahun 2000 telah memiliki bengkel optik atas bantuan dari Belanda. Selain melayani pengukuran serta pemasangan lensa kacamata, bengkel optik ini juga memberikan pelatihan kepada karyawan optik RSDH. Dua orang tenaga ahli yang diperbantukan dari Belanda pada saat itu adalah Bapak G. de Man & Bapak K. Zirkzee.
- Atas bantuan dari Yayasan Dark and Light, Belanda, Yayasan Dian Harapan di tahun 1998 mengirimkan dr. Yanuar Ali yang saat itu masih dokter umum untuk mengambil spesialisasi mata di Universitas Sam Ratulangi, Manado.
Untuk mendukung pengembangan mata sebagai bidang unggulan tersebut Yayasan Cordaid menugaskan seorang dokter spesialis mata dari Belanda, dr. S.H. Oei, SpM, untuk bekerja di RSDH. Selain membantu pembangunan unit mata, dr. Oei juga ditugaskan untuk memberikan pelayanan kesehatan mata di RSDH dan pedalaman Papua. Masa tugas dr. Oei di RSDH berakhir dengan selesainya pendidikan spesialisasi mata dr. Yanuar.
Selain membantu perluasan kapasitas rawat inap dan pengembangan unit mata RSDH, Cordaid juga membantu RSDH dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan lain, di antaranya:
- Pelayanan kesehatan ibu anak. Termasuk ke dalam kegiatan ini adalah penyuluhan seputar kesehatan ibu dan anak kepada masyarakat baik di dalam maupun di luar rumah sakit. Bantuan ini diberikan secara langsung kepada RSDH maupun melalui Yayasan Perdhaki, Jakarta.
- Pembangunan balai pengobatan St. Lusia di Workwana, Kabupaten Keerom, Papua. Termasuk ke dalam kegiatan ini adalah penyuluhan seputar HIV-AIDS, TBC and penyakit seksual menular kepada masyarakat umum dan pelajar. Penyuluhan dilakukan di daerah sekitar RSDH dan BP St. Lusia, Workwana.
- Serangkaian program penataan di bidang manajemen rumah sakit yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas organisasi dan kemampuan manajerial RS. Dian Harapan
Periode 2011 s/d Saat Ini
Tidak dapat dipungkiri bahwa peranan Cordaid dalam perkembangan RSDH adalah teramat besar. Tanpa dukungan dan bantuan dari Cordaid, sulit rasanya membayangkan RSDH dapat maju dan berkembang seperti sekarang. Tetapi seperti halnya program bantuan yang lain, hasil akhir yang diharapkan oleh Cordaid adalah menjadi mandirinya RSDH baik secara finansial maupun operasional – sesuatu yang kurang lebihnya dapat dicapai dengan baik oleh RSDH.
Salah satu bukti nyata dari kemandirian RSDH tersebut adalah perluasan kapasitas rawat inap rumah sakit menjadi 150 tempat tidur lengkap dengan fasilitas infrastruktur pendukungnya. Selain agar jumlah masyarakat yang dapat dilayani bertambah, perluasan kapasitas rawat inap itu juga bertujuan agar RSDH dapat menerapkan kebijakan subsidi silang untuk pasien yang tidak mampu. Subsidi silang ini penting bagi kelangsungan operasional rumah sakit karena setiap bulannya RSDH menanggung rata-rata Rp. 450 juta untuk menutupi biaya tidak tertagih dari pasien yang tidak mampu.
Kiat lain yang RSDH lakukan agar tetap dapat melayani masyarakat yang tidak mampu adalah dengan menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan (Januari 2014) dan Dinas Kesehatan Propinsi Papua (Januari 2015) untuk melaksanakan program BPJS dan KPS (Kartu Papua Sehat).